Angry Birds

Terjebak dalam Gurun

Label:

    Liburan sekolah pun tiba. Aku pulang ke rumahku tercinta. Ah... Sangat senang rasanya, bisa bertemu Ibu, Abang, dan adik-adik tercinta. Hari pertama liburan, ku awali dengan bermalas-malasan di tempat tidur, karena tidak tahu akan melakukan apa. Ahahhaa...
    Tapi, tiba-tiba saja si Ibu pun menyuruhku membersihkan halaman. “Cha...!! tidur-tiduran terus, sapu halaman gih!”. Aku menjawab sambil beranjak dari tempat tidur, “Iya, Ma! Hooaammm!! Ngantuk...”. “Ya ampun udah siang begini! Cepat cuci muka, ambil sapu, bersihkan halaman depan!”. Aku hanya diam sambil berjalan ke kamar mandi. Ketika aku mengambil handuk, tiba-tiba si Ibu ngomong, “Ehh... Itu ngapain? Mau mandi? Sapu dulu, baru mandi!”. Wahhh... Gawaatt!! Si Ibu bisa baca pikiran aku ni. Aku cepat-cepat mengelak, “Enggak, Ma. Mau cuci muka sama sikat gigi ni.”. Si Ibu menjawab, “Alesaann... Yaudah.. Cepat.”    Ah... Sangat malas rasanya mengerjakan kegiatan di hari mendung seperti ini. Mau tak mau aku pun menyapu halaman yang lumayan kotor itu.
    Selesai menyapu halaman depan, rencananya aku mau mendengarkan lagu dan internetan. Tapi, ternyata si Ibu nyuruh lagi untuk membersihkan kamar s bos Chatra. Wiiihh!! Hebat bener tuh orang! Kamar punya dia kok aku yang beresin! Spontan aku langsung jawab, “Lho? Kan kamarnya dia, kok Cha yang beresin sih, Ma? Ntar dia keenakan tuh.”. Ibu tak mau mendengarkan dan berkata, “Lha iya kan dia abangmu, sekali-kali bantu dia dong!”. “Ah! Curang ni si Chatro!”, omelku.
    Akhirnya aku membersihkan kamarnya itu. Yaa beruntunglah aku punya abang yang rapi seperti dia. Hahaha... Jadi pekerjaan ini tak terlalu lama aku kerjakan, hanya merapikan tempat tidurnya saja.
    Belum sempat aku duduk, si Ibu menyuruhku mencuci piring. Ayayey... Ibuuu... Kenapa?!! Kenapa?!! (mendramatisir sendiri). Si ibu jawab, “Apanya yang kenapa? Itu piring dicuci dulu, baru dilanjutkan mainnya.”. “Eooo!! Iya iyaa..”, desahku.
    Setelah mencuci piring, aku mengintip ke arah ibu, melihat situasi yang aman. Aku bertanya, “Apakah sudah selesai semuanya yang harus saya kerjakan, Ibu?” (lagi-lagi sok mendramatisir). Ibu pun menjawab,
“Ya... Ya... Sudah selesai. Hmm... tapi, sepertinya belum.”
“Haddoohh, Mama! Sekarang apa lagi?”
“Cabutin bulu ketek mama dong!”, sambil menunjuk ke arah keteknya.
“Astaghfirullah... Kalo yang itu Cha gak mau, Ma. Suruh si Epni aja ya. Ntar kalo Cha yang cabut, keteknya jadi ilang.”
“Yasudah, panggil si Epni.”
    Aku pun berlalu, berjalan menuju mejaku sambil memanggil Epni. Aah... Kali ini aku bisa tenang. Mendengarkan musik, internetan, dan main game.
    Tak terasa hari sudah sore. Aku bangun dari tidurku dan langsung beranjak untuk mandi dan sholat. Sudah menjadi kebiasaanku kalau sore hari tidak pernah keluar untuk bermain, hanya duduk-duduk di depan teras rumah saja.
    Malamnya, ketika berkumpul bersama anggota keluarga yang lain, kami membicarakan tentang rencana akan pergi berlibur. “Dari pada menghabiskan waktu bermalas-malasan di rumah, mendingan pergi ke kota lain untuk berlibur.”, pikirku.
    Karena desakan dari kami, akhirnya ayah pun setuju dan memutuskan untuk pergi ke Banda Aceh selama 2 hari saja. Kami pun sangat senang. Yaa... walaupun hanya 2 hari, harus tetap bersyukur. Hehe...
    Kami sekeluarga pun pergi ke Banda Aceh pada hari sabtu. Tapi si abang tidak bisa ikut dengan kami karena sedang mengikuti ujian d kampusnya.
    Tak terasa 2 hari telah berlalu dan kami pun harus bersiap-siap untuk pulang. Sebelum keluar dari kota Banda Aceh, si Ayah menawarkan sesuatu, “Eh.. Kalian mau ke waterboom tidak?”. Jawaban dari kami bertiga adalah “Tidak”, karena kami sudah sangat lelah. Tapi si Ayah ngomong lagi, “Yasudah. Kita lihat-lihat aja ke sana, barangkali nanti si Lukman tertarik untuk mandi.” Tapi si Lukman, adikku yang paling kecil itu langsung menjawab, “Gak mau lah! Udah cape kali ni.”. Dan si Ayah pun terus membujuknya sampai akhirnya tibalah kami di pintu gerbang waterboom. Hanya melihat sekilas saja, sepertinya sangat ramai orang di dalam sana.
    Ketika Ayah menghentikan mobil dan turun, Lukman pun menyusul dari belakang. Lalu ibu juga turun dari mobil untuk melihat keadaan. Karena kepanasan, aku pun keluar dari mobil dan tinggallah Efni sendirian di dalam mobil. Beberapa menit kemudian, dia pun ikut turun dan menutup semua pintu mobil. Lukman berkata kepada Ayah, “Pa... Ayolah! Pulang aja... Dah cape ni.”. Usaha si Ayah membujuk si Lukman pun gagal, “Yasudahlah kalo kamu gak mau.”
    Karena gagal, Ayah kembali ke mobil. Ketika membuka pintu mobil, ternyata pintunya terkunci secara otomatis dari dalam. Dan yang parahnya lagi, kunci mobilnya masih tergantung di dekat steer mobil. Sial! Kami semua tak bisa masuk. Dan pastinya juga tak bisa pulang. Kami terjebak di tanah gersang itu. Tiiiddaakkkk!!! Apa yang harus kami lakukan?!! (lagi-lagi mendramatisir). Aku berkoceh sambil nyengir, “Aha... Ini berarti kita di suruh masuk dan mandi!!”. Lalu Efni memotong kata-kataku,
“Tidak!! Tidak mau!”
“Wee... Dari pada kita terjebak di gurun yang gersang ini, mending mandi, ya tho!”, sahutku.
Si Lukman bertanya kepada Ayah, “Oh, Papa... Bagaimana kita akan pulang kalau begini jadinya?!”. Si Ayah hanya diam, lalu mencoba berbicara kepada tukang bangunan yang kebetulan sedang bekerja di situ.
    “Ah... Dari pada di sini, panas, mending masuk. Ayo, Mama, kita masuk!”, aku mengajak Ibu masuk. Dan adik-adikku pun mengikuti dari belakang. Ah... Ini yang memalukan. Kami tak punya uang untuk melewati gerbang tersebut. Akhirnya kami hanya bisa duduk di dekat para penjaga gerbang itu, menunggu si Ayah yang sedang mencari bantuan.
    Dua jam berlalu, akhirnya si Ayah mendapatkan pertolongan. Dan kami pun bisa pulang. Leganyaa.... Aha... Melelahkan sekali, selama dua jam hanya duduk menunggu. Sangat membosankan. Alhamdulillah kami sampai di rumah dengan selamat.




Create by : Astria Febricha V
3 MM1

 

0 komentar:

Posting Komentar